Jumat, 20 Desember 2013

Hanya ingin sepertimu. Kau Istimewa!

Ada banyak hal yang tak kumiiki. Ada banyak cerita yang tak mampu kugoreskan seperti warna ceritamu. Pun demikian, terlampau banyak kata yang tak mampu kuucapkan tentangmu, kecuali kau sungguh istimewa!


Senyummu khas, penuh wibawa. Tampilanmu sederhana tapi mengundang segan. Tak ada titel dan gelar yang mengitari namamu, tapi selalu saja ada yang menghormatimu seperti pembesar.

Telapak tanganmu yang sudah keriput masih tak mampu menutupi guratan tangan bahwa dahulunya kau pekerja hebat. Begitu nyata kisah yang lukiskan untuk mereka. Bertahan, berdoa, berusaha dan biarkan Tuhan yang menyelesaikan cerita hidup ini.

Kau begitu sering mengunjungi “Rumah” itu. Tiap hari tak luput dirimu bersimpuh di dalamnya. Bahkan saat pagi buta, bergerimis, gelap nan sepi kau tetap langkahkan kaki menuju “rumah” itu. Seakan ada kerinduan yang terus memuncak, tak pernah padam. Ada kekuatan yang kerap tersulut ketika mendatanginya. Tempat bersujud. Tempat yang mengajarimu kekuatan dan arti hidup ini.

Kita sering berbicara, berdiskusi satu dengan lainnya. Saat itulah kulihat kau berubah menjadi sosok seorang kawan, seolah tak ada sekat usia dan status yang menghalangi alur  kalimat yang bersiliweran di antara kita, meski kutahu bahwa statusmu begitu terhormat. Ada hal yang selalu membuatku bangga padamu, kau tak pernah malu mengakui kekalahan.

Aku masih ingat, dan sungguh terlampau sulit ku melupakan, saat tiap pagi buta, kau membangunkan aku, berucap dengan suara lirih penuh perhatian. Pun demikian ketika harimu telah menginjak sore, kau masih kerap melakukan itu, seolah mengabarkan pada kami; “bangunlah, aku kan segera pergi. Suaraku di pagi ini takkan kau dengar lagi.” Aku rindu. Sungguh. Kemana suara itu kan kudengar lagi?

Suatu hari kau hadir. Wajahmu begitu cerah dan berseri. Aku tak sanggup menahan kerinduan yang tengah bersemi, semburatnya memenuhi kubangan asa dan cinta untuk dapat bersua denganmu. Kusambut kedatanganmu, luluhlah sudah kerinduan ini. kucium hormat tanganmu, terbanglah semua beban penantian ini. Keupeluk hangat tubuhmu, menyatulah semua cinta ini.

Kau begitu berbeda. Ingin rasanya kuberlama-lama di sampingmu. Tapi, fajar telah datang. Bercak-bercak kilau kemerahan sebentar lagi akan tampak di ufuk. Suara muadzin terdengar, buyarkan semua mimpi indah itu. Sejurus kemudian kutersadar, kau memang benar-benar telah pergi selamanya. Subuh ini memang berbeda. Kau tak lagi membangunkan kami lagi. Kau bahkan tak ikut bersama kami berjamaah di masjid. Subuh yang dingin. Subuh yang sepi.


Terima kasih kau telah hadir dalam mimpi ini. Terima kasih telah mengajarkanku arti hidup. Terima kasih telah membesarkan dan merawatku sejak kecil. Terima kasih atas semua suka cita yang telah berikan pada kami, anak-anakmu. Kau begitu berharga bagi kami. Aku hanya ingin sepertimu, Ayah, meski kutahu aku akan sulit untuk itu, karena kau begitu istimewa.

2 komentar: