Bismillah,
Catatan Sang Pemimpi - Lama rasanya
gak posting lagi dimari. Kalau diibarat dinding, sudah pasti timbuhi banyak
lumut..
Oke! Untuk
mengisi jedah yang labil, sembari mengukir suasana hati yang fluktuatif maka
tersesusunlah ide vickyisasi... *Gak nyambung* hehe Maaf-maaf, terlalu terbawa
emosi!
Kali ini
saya akan menampilkan sedikit cerita dan momen saat liburan lebaran kemarin.
Gak jauh-jauh
amat, liburan lebaran tahun ini hanya diisi dengan mengunjungi salah satu
pantai di pinggiran kota Ende.
“Batu
Cincin” Yah, itulah sebuah istilah yang mulai populer bagi masyarakat kota
Ende. Letaknya sekitar kampung Numba, ke arah barat dari kota Ende. Kurang
lebih 20 menit jika kita menggunakan kendaraan bermotor. Sebetulnya, bagi
penduduk setempat, istilah “Batu Cincin” tidaklah dikenal. Mereka mengenal
tempat ini dengan nama “Tewe” atau “Tewi Mbi’a”. Ketika banyak warga kota yang
penasaran melihat tempat ini, mereka pun menamakannya dengan “batu Cincin”.
Akses menuju
lokasi ini tergolong lumayan keras. Hal ini disebabkan kendaraan tidak bisa
menjangkau langsung ke lokasi. Dari pinggir jalan, penjunjung harus melewati
jalan menurun, kemudian berjalan kaki menyusuri kebun milik warga sekitar 600 m
sebelum akhirnya tiba di pinggir pantai. Dari pinggir pantai, perjalanan masih
harus diteruskan dengan berbelok ke arah kiri (timur). Yap, disitulah “Tewe”
atau “Batu Cincin” berada.
Seperti
apa sih “Batu Cincin” itu? Ini dia view nya ...
berjalan menyusuri kebun-kebun milik warga
View "Tewe" / "Batu Cincin" dari kejauhan
Kondisi pinggir pantai saat air laut pasang
This is "Batu Cincin"
Tebing yang terlihat seperti terkikis dan terdapat lubang di tengah
Menatap dari kejauhan :)
Kondisi Pantai saat pasang surut
Tips :
Bagi yang
ingin mengunjungi tempat ini, disarankan agar melakukannya di pagi hari atau di
hari-hari saat terjadinya bulan purnama. Ini tidak lain karena pada saat itulah
terjadi pasang surut, sehingga akses ke “Tewe” mudah dan view yang didapat pun
semakin indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar