Senin, 23 September 2013

Pemilu Lagi


Catatan Sang Pemimpi - Musim pemilu 2014 sebentar lagi tiba. Hampir di setiap ruas jalan atau tempat di keramaian terpajang foto, spanduk dan baliho sang calon pemimpin atau wakil rakyat. Selama itu pula wajah kota berubah menjadi etalase. Keindahan kotapun terpaksa dikorbankan demi hajatan politik.


Yah, itulah fakta menjelang pemilu presiden dan legislatif. Selalu ada cerita di awal maupun di akhir perhelatan. Cerita tentang pengorbanan, cerita tentang uang, cerita tentang janji manis sampai pada cerita yang berakhir bahagia dan sedih atau sukses dan depresi.

Pada pesta rakyat kali ini, seorang sahabat turut mengambil bagian menjadi seorang caleg. Sejak beberapa bulan yang lalu beliau sibuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan syarat keikutsertaan sebagai calon legislatif. Ia bahkan rela mengudurkan diri status dan profesinya sebagai guru kontrak daerah. Resikonya jelas, segala gaji dan tunjangan yang selama ini diberi, tidak akan ia terima lagi, termasuk tunjangan sebagai guru bersertifkasi.

Sungguh, apa yang dilakukan sahabat ini mengingatkan saya pada pengalaman di pemilu masa lalu. Seorang sahabat karib turut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Di masa awal sebelum perhelatan rakyat itu dilaksanakan, beliau begitu bersemangat bersosialisasi kepada masyarakat tentang keikutsertaannya sebagai peserta (calon) anggota legislatif. Tentu saja hal yang tak mungkin dilupakan dalam kegiatan itu adalah visi-misi dan janji-janji indah jika ia jadi terpilih.

Waktu terus berlalu. Semakin banyak warga terutama kerabat dekatnya yang simpatik dengan perjuangan sang sahabat. Bahkan di saat-saat akhir menjelang pemilu dilaksanakan, banyak warga yang menyatakan kesediaan dan kerelaannya untuk mencoblos nomor urut sang sahabat tadi. Betapa senang dan terharunya beliau. Ada juga rasa bangga yang menyelinap di hati. Bagaimana tidak, kampenye dan sosialisasi yang terbilang minim dana ini disambut posiitif oleh masyarakat pemilih.

Alhasil, waktu pemilihan tiba. Masa pembuktianpun datang. Namun apa yang diharapkan tak terwujud. Semua yang dibanggakan hilang. Suara pemilihnya hanya berkisar ratusan, tak menembus seribu, bahkan setengahnya pun tidak. Sangat kontras sekali dengan apa yang dialami oleh para pesaingnya yang lebih mengandalkan kekuatan uang, mampu menembus kisaran ribuan. Dan yang lebih menyedihkan, Ia bahkan kalah di kampungnya sendiri. Tragis!

Sedih, tentu iya. Kecewa, memang. Tapi, selalu ada pelajaran berharga yang bisa diambil; politik dan uang tak mungkin dapat dipisahkan, selalu berjalan beriringan. Jika hanya berbekal idealisme dan program menarik, nihil rasanya mengharapkan terpilih sebagai pemenang saat pemilu. Kini sahabat tadi telah menjadi seorang PNS di kota tetangga.

Melihat apa yang terjadi pada masa lalu, muncul kekhwatiran hal lampau akan kembali terulang lagi. Akhh.. sebagai teman, saya hanya turut memberi dukungan dan berdoa semoga apa yang menjadi harapan sahabat tadi bisa terwujud. Kalah, menang. Terpilih atau tidak, semoga mampu memberi pelajaran bagi dia dan juga semua orang. Good luck, bro! 



Ilustrasi gambar: kissmeguntur.wordpress

Tidak ada komentar:

Posting Komentar