Ia datang. Selepas
salam, sambil tersenyum, ia mengeluarkan uang 50 ribu dari kantongnya, “Saya
gak beli apa-apa, Bang, cuma mau minta tolong ditukar jadi 4”.
Akupun tersenyum. Sebagai
pedagang, tentu pengalaman seperti ini tak sekali kualami. Tapi kali ini terasa
berbeda. Bukan karena orang yang hendak menukarkan uang ini adalah salah
seorang teman, tapi itu tidak lain karena senyumannya yang membuatku penasaran.
Kusodorkan uang pecahan
2o ribu dua lembar dan 5 ribu 2 lembar. “Tumben, buat apa neh duit?” kataku
padanya.
“Alhamdulillah, baru
dapat rejeki, Bang”.
“Wah, enak neh”.
“Alhamdulillah,
dikit-dikit aja”.
“Trus, tuh receh buat
apaan?”.
“Buat dibagi. Sedekah,
Bang”.
Uppsss dah! Buat
dibagi? Sedekah? Aku sempat kaget meski tak kutampakkan padanya. Yang kukenal
dia hanya seorang tukang ojek, kadang kerja serabutan gak tentu. Tapi,
hari gini seorang tukang ojek bersedekah???? Subhanallah!
“Bagi ke siapa?”
Lanjutku.
“Buat tetangga yang dekat
dulu, Bang, ada dua orang. Mereka ini selalu saya usahakan untuk bisa
bersedekah kalau ada rejeki”.
Aku tak habis takjub
mendengar terangnya. “Bang, ada amplop gak?” ucapnya meneruskan.
“Ohh.. ada, neh ambil. Dua
kan?”
“Iya. Makasih. Saya pamit
dulu, bang”.
“oke!”
“Assalamu Alaikum”.
“Walaikum salam”
Orang itupun menghilang,
pergi dengan moto matic putih-birunya.
Aku pun terus berpikir,
Ahh.. rasanya ini seperti sindiran halus untukku. Seorang tukang ojek masih
saja berpikir untuk dapat bersedekah di tengah keterbatasan penghasilan. Bagaimana
dengan aku? Seharusnya aku bisa melakukan itu, tapi entalah.. hitung-hitungan
untung rugi masih terlalu indah menghiasi akalku.
Astaghfirullah! Ya
Allah, Ampunillah hamba..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar